Saturday, March 4, 2017

Isi Cerpenku - Dalam Keadaan Apapun Jangan pernah Sombong


Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, benih-benihnya kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat pertama,
Sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua,
Sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga,
Sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik,
Semakin tinggi tingkat kesombongan,
Semakin sulit pula kita mendeteksinya.

Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Cobalah setiap hari, kita memeriksa batin kita, pikiran kita.

Kita ini manusia hanya seperti debu, yang suatu saat akan hilang dan lenyap, meninggal.

Kesombongan hanya akan membawa kita pada kejatuhan yang dalam. Mari berlatih untuk menghindari segala bentuk kesombongan.

Isi Cerpenku - Sediakan Kotak P3K




Sediakan kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kehidupan) dalam kehidupan kita. Di dalamnya, ada 7 benda :

1. Tusuk Gigi
Jangan suka mencongkel-congkel keburukan hati orang. Sebaliknya, carilah kebaikan orang lain yang terselip, yang tidak kelihatan selama ini.

2. Penghapus
Hapus semua kesalahan orang yang menyebabkan kita sakit hati.

3. Pensil
Tulis dalam hati: berkah/anugerah yang kita terima setiap hari.

4. Plester
Semua luka hati dapat disembuhkan, selama kita mengizinkannya.

5. Karet Gelang
Bersikaplah fleksibel, bahwa tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud.

6. Permen Karet
Bila kita sudah berkomitmen, lakukan semua dengan ikhlas dan selalu setia, seperti permen karet yang terus menempel.

7. Permen
Berilah senyum manis ke setiap orang yang kita jumpai, karena senyum seperti permen, semua orang menyukainya.

Ingatlah : Waktu seperti sungai, kita tidak bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya, karena air yang telah mengalir akan terus berlalu dan tidak akan pernah kembali.

Isi Cerpenku - Kemenangan Yang Semu


Kalau ribut dengan pelanggan,
Walaupun kita menang,
Pelanggan tetap akan lari.

Kalau ribut dengan rekan sekerja,
Walaupun kita menang,
Tiada lagi semangat bekerja dalam tim.

Kalau kita ribut dengan boss,
Walaupun kita menang,
Tiada lagi masa depan di tempat itu.

Kalau kita ribut dengan keluarga,
Walaupun kita menang,
Hubungan kekeluargaan akan renggang.

Kalau kita ribut dengan guru,
Walaupun kita menang,
Keberkahan menuntut ilmu dan kemesraan itu akan hilang

Kalau ribut dengan kawan,
Walaupun kita menang,
Yang pasti kita akan kekurangan kawan.

Kalau ribut dengan pasangan,
Walaupun kita menang,
Perasaan sayang pasti akan berkurang.

Kalau kita ribut dengan siapapun,
Walaupun kita menang,
Kita tetap kalah…
Yang menang cuma ego diri sendiri, itu hanyalah kemenangan semu.
Yang susah adalah mengalahkan ego diri sendiri. Namun, jika kita mampu menaklukan diri sendiri, ialah pemenang sejati.

Apabila menerima teguran, tidak perlu marah, bersyukurlah, masih ada yang mau menegur kesalahan kita.

Isi Cerpenku - Pikiran Yang Bersih


Mungkinkah selembar daun yang kecil dapat menutupi bumi yang luas ini?

Menutupi telapak tangan saja sulit.

Tapi kalau daun kecil ini menempel di mata kita, maka tertutuplah bumi.

Begitu juga bila diri kita ditutupi pikiran buruk sekecil apapun, maka kita akan melihat keburukan di mana-mana.

Bahkan Bumi ini pun akan tampak buruk.

Jangan pernah menutup mata kita, walau hanya dengan daun yang kecil.

Jangan menutupi diri kita dengan sebuah pikiran buruk, walau hanya seujung kuku.

Bila diri kita tertutup, maka tertutuplah semua.

Air yang banyak di lautan luas yang dalam takkan pernah sanggup menenggelamkan sebuah perahu kecil yang ada di atasnya, kecuali kalau air itu mulai masuk ke dalam perahu.

Demikian juga dengan hidup ini, gosip & segala penilaian negatif akan selalu ada di sekeliling kita.

Namun semuanya itu takkan sanggup menenggelamkan kita, kecuali kita membiarkan semua itu masuk ke dalam pikiran kita.

Menjaga pikiran itu bukanlah tanggung jawab orang lain, melainkan adalah tanggung jawab kita masing-masing.

Kita tidak bisa menyalahkan orang lain untuk setiap masalah yang hadir dalam hidup kita bila kita sendiri tidak bertanggung jawab, karena sudah membiarkan “sampah” masuk & mengotori hidup kita.

Kita harus menyaring apapun yang masuk melalui pikiran kita sebagai pintu gerbangnya. Bila pikiran kita BAIK, maka akan terasa nyaman hidup kita. Jangan lengah.

Isi Cerpenku - Masih Berasa Manisnya Permen Di Lidah


Seorang lelaki tua terbaring lemah di sebuah rumah sakit. Seorang pemuda datang menengoknya setiap hari dan menghabiskan waktu berjam-jam bersama lelaki tua itu. Pemuda itu menyuapinya, membersihkan badannya, dan membimbingnya berjalan-jalan di taman, lalu membantunya kembali berbaring. Pemuda itu baru pergi setelah merasa bila lelaki tua itu sudah bisa ditinggal.

Suatu ketika perawat yang datang memberi obat dan memeriksa kondisi orang tua itu berkata, “Bapak punya anak yang berbakti. Setiap hari ia datang untuk mengurus Bapak. Sungguh beruntung ya, Pak.”

Lelaki tua itu memandang perawat itu sejenak, lalu memejamkan kedua matanya. Dengan nada sedih, lelaki tua itu berkata, “Saya berangan-angan, seandainya ia adalah salah seorang anak saya. Ia adalah anak yatim yang tinggal di lingkungan tempat tinggal kami. Dulu sekali, saya melihatnya menangis setelah kematian ayahnya. Saya pun menghiburnya, dan membelikan permen untuknya. Setelah itu saya tidak pernah lagi berbincang dengannya.

Kemudian ketika ia tahu kalau saya dan istri hanya tinggal berdua saja, ia pun berkunjung setiap hari untuk memastikan kami baik-baik saja. Ketika kondisi fisik saya mulai menurun, ia mengajak saya dan istri saya tinggal di rumahnya, lalu secara rutin membawa saya ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kesehatan.

Saya pun pernah bertanya padanya, ‘Nak, mengapa engkau menyusahkan diri untuk mengurus kami?’ Sambil tersenyum anak itu menjawab, ‘Manisnya permen masih terasa di mulut saya, Pak.’”

Orang yang baik hatinya pasti akan mendapatkan imbalan yang baik pula dari Sang Pencipta. Maka, jangan memikirkan untung/rugi ketika mempunyai kesempatan untuk membantu orang yang perlu bantuan. Lakukan saja perbuatan baik secara spontan, dengan hati yang tulus dan ikhlas karena hukum Tuhan tidak pernah salah. Apa yang kita tanam pasti akan kembali kepada kita pula, bahkan berkelimpahan.

Isi Cerpenku - Hal yang Berharga


Seorang pemuda membawa ayahnya yang telah tua dan agak pikun ke sebuah restoran terbaik di kotanya. Ketika makan, tangan sang ayah gemetar sehingga banyak makanan tumpah dan tercecer mengotori meja, lantai, dan bajunya sendiri. Beberapa pengunjung restoran, melirik situasi tersebut.

Namun pemuda itu terlihat begitu tenang. Ia membantu dengan sabar dan menanti sang ayah selesai makan. Setelah selesai, ia membawa sang ayah ke kamar mandi, untuk dibersihkan tubuh dan pakaiannya dari kotoran. Setelah itu, ia mendudukkan ayahnya kembali di kursi, dan dengan tenang ia pun membersihkan makanan yang tercecer di sekitar meja tempat ayahnya makan, Kemudian, ia membayar tagihan makan malam pada kasir restoran itu, menghampiri ayahnya, dan menuntunnya keluar.

Pemilik restoran yang sedari tadi mencermati perilaku pelanggannya ini, bergegas keluar menyusul si pemuda yang sedang menuntun ayahnya itu. Setelah berhasil menyusul, ia berkata, “Terima kasih, Anda telah meninggalkan sesuatu yang berharga di restoranku.”

Pemuda itu balik bertanya, “Memangnya barang berharga apa yang aku tinggalkan…?”

Sambil menepuk pundak si pemuda, pemilik restoran berkata, “Engkau telah meninggalkan pembelajaran yang mahal pada kami semua, tentang luhurnya nilai berbakti kepada orang tua.”

“Bakti” bagi setiap orang terhadap orangtuanya, tentu tidak sama satu sama lain, karena situasi yang berbeda-beda. Tapi yang pasti: bakti adalah hal yang tidak bisa kita abaikan. Seburuk apa pun rupa maupun kondisi orangtua kita, mereka tetap layak dan harus dihormati.

Isi Cerpenku - Pohon Dan Si Anak


Ada pohon besar di dalam hutan dengan batang yang tebal, banyak dahan besar, dan berdaun rimbun. Seorang anak yang kesepian datang ke pohon itu untuk bermain.

Anak itu membayangkan ia mendengar pohon itu berkata ramah kepadanya, “Ayo panjatlah aku. Bangunlah rumah bermain kecil di atas sini. Kamu boleh menggunakan dahan kecilku jika kamu mau, juga daunku yang berlimpah.” Maka anak itu memanjat pohon itu, mematahkan beberapa ranting, mengambil dedaunan, dan membuat rumah rahasia yang tinggi di pohon itu. Meski itu menyakiti pohon, namun pohon itu bahagia berkorban sedikit untuk melihat anak itu mendapatkan begitu banyak kesenangan. Selama hari-hari yang panjang, anak itu akan bermain di dalam rumah pohon. Pohon itu puas.

Ketika anak itu tumbuh lebih dewasa, ia berhenti bermain di pohon itu. Pohon itu menjadi sedih, rantingnya merunduk dan deadunannya kehilangan kilaunya.

Selang beberapa tahun, anak yang kini remaja itu kembali.  Pohon itu kegirangan melihatnya lagi. Pemuda itu merasa ia mendengar pohon itu berkata, “Ayo panjatlah aku lagi. Rumah pohon lamamu masih di sini. Aku merindukanmu.”

“Kini aku terlalu tua untuk bermain rumah pohon,’ pikir remaja itu. “Aku ingin kuliah tapi aku terlalu miskin.”

“Tidak masalah,’ pohon itu tampaknya berkata, “Kembalilah seminggu lagi. Aku akan mengeluarkan buah. Aku akan hasilkan ekstra. Silakan panen semua buahku dan juallah untuk membayar biaya kuliahmu.”

Maka anak itu kembali tujuh hari kemudian. Pohon itu dipenuhi buah ranum. Anak itu mengambil semuanya sampai buah yang terkahir, menjualnya, dan cukup untuk biaya kuliah satu tahun. Pohon itu sangat bahagia.

Anak itu kembali selama tiga tahun berikutnya, mengambil setiap buahnya dan menjualnya untuk memenuhi biayanya. Pohon itu gembira. Pohon itu bahkan kelihatannya berusaha lebih keras tiap tahunnya untuk menghasilkan lebih banyak buah untuk sahabatnya, meskipun ini membuat pohon itu kelelahan dan makin sakit.

Ketika anak itu lulus, ia berhenti datang. Pohon itu sedih lagi. Beberapa tahun kemudian, anak itu, kini menjadi pemuda, kembali. Ia memiliki kesan yang sangat jelas bahwa pohon tua itu menangis kegirangan melihatnya lagi. “Tunggu beberapa hari lagi. Walau aku kini agak lemah, aku masih bisa menghasilkan banyak buah agar kamu jual untuk biaya kuliahmu.”

“Aku tidak kuliah lagi,” kata pemuda itu, “aku sudah punya pekerjaan. Aku sudah jatuh cinta dan ingin menikah, namun kami membutuhkan rumah untuk ditinggali.”

“Tidak masalsah,” pohon itu agaknya berkata, “kembalilah besok dengan gergaji. Ambil dahan tebalku. Itu bisa untuk membuat papan lantai dan tiang yang kuat. Bahkan ada cukup kayu untuk membuat dindingnya. Gunakan dahan kecil dan daun besar untuk atapnya. Ada banyak.”

Demikianlah, hari berikutnya, pemuda itu mengambil seluruh dahan dan daun untuk membuat rumahnya, menyisakan hanya batangnya. Meski itu melukai pohon itu dengan parah, pohon itu bahagia membuat pengorbanan besar untuk seseorang yang dicintainya.

Selama bertahun-tahun, anak itu tidak pernah kembali. Pohon itu bergantung pada kenangan bahagianya untuk mempertahankan hidupnya.

Kala anak itu datang lagi, kini menjadi pria setengah baya, pohon itu nyaris melompat keluar dari tanah dengan sukacita. “Selamat datang! Sungguh bahagia melihatmu lagi!” Bahkan kali ini burung-burung pun bisa mendengar pohon itu. “Apa yang bisa kulakukan untukmu? Mohon izinkan aku membantu.”

“Aku kini punya anak,” jawab pria itu, “dan aku ingin memulai usaha perabotanku sendiri untuk mendapat cukup uang untuk memberi mereka kehidupan yang baik.”

“Bagus sekali,” kata pohon tua itu, “meski kamu mungkin berpikir aku cuma tunggul tua, ada banyak kayu indah dalam batangku untuk membuat banyak perabot mahal. Ambillah. Aku akan bahagia jika kamu ambil semua.”

Maka pria itu datang esoknya, menebang batang pohon itu dan mendapat cukup banyak kayu kelas satu untuk memulai usaha perabotannya.

Tak lama setelahnya, pohon itu mati.

Bertahun-tahun kemudian, anak itu, kini telah menjadi orangtua, mengunjungi tempat dimana pohon yang sehat itu pernah berdiri, tempat ia membangun rumah pohon semasa ia kecil, yang selalu begitu dermawan kepadanya. Yang tersisa hanyalah akar yang melapuk. Orang tua itu membaringkan kepalanya di atas akar-akar itu sejenak. Akar itu jauh lebih nyaman daripada bantal bulu. Ia ingat dengan berurai air mata bagaimana pohon itu telah menolongnya, tanpa bertanya, tiap kali ia membutuhkan pertolongan. Bagaimana pohon itu mengorbankan segalanya untuknya, dan bahagia melakukannya setiap saat. Ia pu tertidur.

Ketika ia bangun dari mimpi itu, ia menyadari bahwa pohon itu adalah orangtuanya.